2.827 Peserta Ikuti Upacara Bawah Air

MANADO, (PRLM).- Sebanyak 2.827 orang ikut serta dalam pemecahan rekor dunia upacara bawah air di Pantai Malalayang, Manado, Senin (17/8), dalam rangka peringatan detik-detik proklamasi HUT ke-64 Kemerdekaan RI.

"Selain peserta ada juga tujuh pejabat upacara dan 19 tim setting area, di bawah air Pantai Malalayang," kata Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul di Manado.

Sitompul menjelaskan para peserta itu terdiri atas 2.700 penyelam lokal, penyelam VIP dan 76 partisipan dari mancanegara. Dalam upacara tersebut bertindak sebagai inspektur upacara adalah Wakil Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana Madya TNI Moekhlas Sidik, dan komandan upacara Kadispenal, Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul.

Pemantauan "Antara" di Pantai Malalayang, sejak pagi sekitar pukul 6.00 Wita, jalan raya trans Sulawesi antara terminal dan batas kota Manado dan Minahasa yaitu Gerbang Boboca sudah ditutup, dan arus kendaraan ditutup. Arus lalu lintas yang melintasi jalan raya tersebut juga dialihkan, dari Kalasey ke Manado dan dari Minahasa Selatan ke Manado dialihkan sekitar 6 jam, dan sama sekali tak boleh melintasi jalan tersebut.

"Terpaksa saya harus jalan kaki, karena jalan ditutup, padahal kantornya ada di Manado dan untuk ke tempat kerja harus naik angkot jurusan pusat kota, jadi suka tak suka saya jalan kaki, supaya jangan terlambat ikut upacara bendera," kata salah satu pegawai negeri Sipil (PNS) yang tinggal di Kalasey, Minahasa bernama Vera.

Selain PNS sejumlah siswa SD dan SMP dan SMA yang bersekolah di Manado juga jalan kaki sejauh 800 meter, untuk sampai ke terminal supaya bisa naik angkot ke sekolahnya untuk mengikuti upacara bendera peringatan detik-detik proklamasi.


sumber : Pikiran Rakyat

WOC dan Perubahan Iklim

Tahun Ini WOC Angkat Isu Perubahan Iklim
Isu keluatan perubahan iklim akan menjadi topik utama dalam Konferensi Kelautan Dunia.

Isu kelautan perubahan iklim akan menjadi topik utama dalam Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference), yang diselenggarakan 11-15 Mei 2009 di Menado Sulawesi Utara ini, merupakan yang pertama selama 27 tahun terakhir.

Sekretaris Jenderal Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Indroyono Soesilo mengatakan konferensi kelautan tingkat dunia merupakan upaya untuk menghadapi tantangan perubahan iklim global.

"Konferensi tingkat dunia yang berlangsung di Menado Sulawesi Utara ini akan mengangkat isu kelautan sejak tahun 1982 hanya isu marjinal," katanya pada konferensi pers World Ocean Conference di Gedung Sapta Pesona Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta, Selasa, 17 Maret 2009.

Keanekaragaman hayati di daerah terumbu karang (triangle coral area) yang meliputi kawasan enam negara, memiliki pengaruh signifikan pada perubahan iklim dunia. Negara-negara tersebut antaralain Indonesia, Filipina, Malaysia, Filipina, Solomon dan Timor Leste.

"Perubahan iklim akan mempengaruhi keanekaragaman hayati di tempat ini dan akhirnya akan mempengaruhi iklim global," katanya.

WOC yang akan dihadiri 121 negara dari negara berkembang dan negara maju, akan menghasilkan deklarasi Manado yang berkaitan dengan penyelamatan laut triangle di enam negara.

Ancaman terhadap kelangsungan dunia dengan perubahan iklim secara global sangat nyata. Indro memaparkan pada 2050, naiknya permukaan air laut menyebabkan Pantai Indah Kapuk, kawasan Ancol dan Tanjung Priok di Jakarta akan tenggelam seiring proses tenggelamnya 2.000 pulau Indonesia.

Gagasan yang datang dari lima negara untuk mengadakan WOC, tutur Indro, menjadikan kawasan segitiga laut di enam negara menjadi amazonnya laut (amazon of the seas). "Harapan kami, UNEP akan membawa Deklarasi Menado pada International Climate Change (ICC) Desember 2009,".

Di tempat yang sama Kepala Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Gellwyn Yusuf mengemukakan pada konferensi tingkat pejabat negara tersebut akan menentukan standar dan aksi apa yang perlu untuk melindungi terumbu karang di dunia.

Pada kawasan laut di enam negara, terdapat 37 jenis terumbu karang dari total yang ada di dunia, 76 jenis terumbu karang diantaranya berada di Indonesia. Luasan hutan mangrove di kawasan tersebut merupakan mangrove terbesar di dunia. "Kawasan laut merilis oksigen 2 gigaton, lebih besar daripada hutan yang merilis oksigen dan mengeluarkan karbon 1 gigaton, peran laut sangat penting dalam perubahan iklim," katanya.

Gellwyn menyebutkan ada lima rencana aksi dan dalam Coral Triangle Initiatives (CTI) yaitu program bentang laut (seascape ) yaitu menyusun peruntukan laut untuk berbagai jenis kegiatan maupun perlindungan.

Kedua, pelaksanaan perikanan berbasis ekosistem yang dikelola bersama dan untuk kepentingan bersama. Rencana aksi ketiga, katanya, menetapkan daerah perlindungan laut (marine protected area). selanjutnya terkait Menado Declaration akan mengatasi dampak perubahan iklim serta upaya antisipasi ancaman punahnya biota dan kehidupan laut.


sumber : Vivanews

INFO PERINGATAN HARI BUMI 2009

Kehidupan manusia sangat tergantung pada keseimbangan lingkungan hidup. Manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa keberadaan lingkungan. Demikian pula makhluk hidup lainnya. sebaliknya kelestarian lingkungan juga tergantung pada usaha manusia untuk meestarikannya. Jika manusia lalai dalam menjaga lingkungannya maka kelestarian lingkungan hidup tidak mungkin dapat dipertahankan.

Menjaga lingkungan hidup sangatlah penting, kita tidak perlu jauh-jauh untuk menjaganya, cukup dari lingkungan sekitar saja pun kita dapat menjaga dan menumbuh kembangkan pepohonan hijau agar efek dari global warming itu sendiri bisa berkurang.

Pada kesempatan ini HMIK mengadakan kegiatan Kepemudaan yang bertema kan “Let's Save The Earth : It's Easy to Green”. Yang akan diadakan pada tanggal 26 April 2009 yang bertempat di Kampus Kelautan Tembalang dan Sekitar kampus tembalang Universitas Diponegoro.

Injecting Carbon Dioxide in Rocks Could Mitigate Climate Change Effects

Date :2009-03-20
Report : http://www.usgs.gov


WASHINGTON, D.C.--A new method to assess the nation's potential for storing carbon dioxide could lead to techniques for lessening the impacts of climate change, according to Secretary of the Interior Ken Salazar, who praised a U.S. Geological Survey report in an energy teleconference today.

The USGS released the report to describe its methodology to assess the nation's potential for carbon sequestration--the injection of liquid carbon dioxide into rocks below the earth's surface.

The new methodology identifies a means to assess the volume of pore space in subsurface rocks that is able to store carbon dioxide for tens of thousand of years.

"Rather than emitting carbon into the air, our nation can and should move toward capturing carbon emissions and storing them underground," said Salazar. "The report will help us find the best places in the country for this type of carbon sequestration. The development of this assessment methodology marks a critical first step in our understanding of how much carbon dioxide can be stored in the subsurface."

As a senator in 2007, Salazar authored the provision of the Energy Independence and Security Act that directed USGS to develop the methodology. "The USGS is uniquely qualified to undertake this effort, given their experience with national and international assessments of natural resources, such as oil and gas, and their knowledge of ground-water systems and chemistry," he said today.

The true global storage capacity of carbon dioxide in geologic formations is unknown at this point, and this method allows for an assessment that can characterize the storage potential in two types of storage units (saline formations and oil and gas reservoirs) in a uniform manner across the United States.

This assessment methodology for storing carbon dioxide focuses on the "technically accessible resource," which is the geologic resource that may be available and sequestered using present-day geological and engineering knowledge and technology. No economic factors are used in the estimation of the volume of resource.

The methodology is dependent upon building geologic models of the areas to be assessed. Statistical methods are used to incorporate uncertainty and natural geologic variability on the ranges of possible storage resources within a storage assessment unit.

This research benefited from discussions with a variety of partners and stakeholders, such as the Department of Energy and the National Energy Technology Laboratory, State Geological Surveys, the Environmental Protection Agency, and the Bureau of Land Management. The USGS will accept technical comments on the methodology from the public in the near future.

The USGS is conducting research on a number of fronts related to carbon sequestration. These efforts include evaluation of potential biological sequestration in a variety of ecosystems, potential release of greenhouse gases from Arctic soils and permafrost, mapping the distribution of ultramafic rocks for potential mineral sequestration efforts, and the possible role of gas hydrates in carbon sequestration.

For more information about USGS geologic carbon sequestration efforts and to learn more about this new methodology, visit the USGS Energy Resources Program Web site.