Resolusi Nelayan Indonesia

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Kami nelayan dan masyarakat pesisir Indonesia yang menghadiri Temu Konsolidasi Organisasi Nelayan Indonesia, pada tanggal 4-5 Maret 2008, di Gedung YTKI-Jakarta, menyampaikan kesaksian dan tuntutan pada pengurus negara Indonesia, sebagai berikut:

  1. Bahwa sejak rezim Orde Baru, nasib nelayan dan masyarakat pesisir Indonesia senantiasa terpinggirkan. Program pembangunan yang dilakukan lebih menitikberatkan pada persoalan pertanian dan pembangunan infrastruktur darat. Nelayan dan masyarakat pesisir tidak menjadi sektor penting bagi program pembangunan. Padahal faktanya, lebih dari 67% kabupaten/kota di Indonesia merupakan kabupaten/kota pesisir atau yang berhadapan langsung dengan perairan laut. Kenyataan lainnya, lebih dari 65% total penduduk Indonesia tinggal dan menggantungkan hidupnya pada sumber daya pesisir dan laut;

  2. Bahwa rezim SBY-JK, tidak lebih baik dari pada rezim-rezim sebelumnya. Politik ekonomi yang dibangun oleh rezim ini masih merujuk pada watak dan corak kepemimpinan yang anti rakyat, menghamba dan tunduk-tertindas pada kekuatan pemodal dan sangat tergantung pada utang luar negeri, termasuk untuk kegiatan kelautan dan perikanan;

  3. Bahwa rezim SBY-JK, telah dengan sengaja mempertontonkan keberpihakannya kepada pemodal sekaligus anti nelayan melalui UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU PWP-PPK). Dengan sertifikat HP-3 (Hak Penguasaan Perairan Pesisir) pengurus negara memberikan keistimewaan pada pemodal besar untuk menguasai dan mengeksploitasi sumber-sumber kehidupan nelayan dan masyarakat yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, hingga lebih dari 20 tahun. Demikian sama halnya, dengan keberadaan UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal (UUPM).

  4. Bahwa politik konservasi laut yang dianut oleh SBY-JK, telah membatasi akses nelayan untuk mengelola sumber-sumber kehidupan di wilayah laut dan pesisir. Pendekatan konservasi laut yang bias darat, anti nelayan, dan syarat utang luar negeri terbukti telah menyebabkan konflik yang merugikan kehidupan nelayan baik berupa harta benda hingga korban jiwa. Kasus Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur (2003-2004); Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi Tenggara (2002-2007); dan Taman Nasional Bunaken di Sulawesi Utara (2001-2005) adalah sejumlah konflik yang melibatkan aparat keamanan (TNI/POLRI), Balai Pengelola Taman Nasional, dan di sokong oleh lembaga-lembaga konservasi internasional seperti WWF, TNC, NRM dan CI;

  5. Bahwa pemerintahan SBY-JK dengan sengaja membiarkan praktek-praktek pembuangan limbah tambang dan industri (tailing) yang mengakibatkan tercemar dan hancurnya sumber-sumber kehidupan nelayan di laut. Laut bukanlah tong sampah bagi kepentingan industri;

  6. Bahwa politik pembangunan yang dijalankan dewasa ini, masih menempatkan perempuan nelayan sebagai sub-ordinat dari kepentingan pembangunan sektor kelautan dan perikanan;

  7. Bahwa politik adu-domba untuk memecah-belah kelompok nelayan dan masyarakat pesisir melalui dana pemberdayaan masyarakat (community development) yang berasal dari perusahan-perusahaan perusak lingkungan (seperti industri tambang dan migas) telah memicu konflik dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dibanyak wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia;

  8. Bahwa konflik perikanan antara nelayan tradisional Indonesia berhadapan dengan industri perikanan dan kapal-kapal asing semakin marak terjadi akhir-akhir ini. Kasus nelayan tradisional di kabupaten Bengkalis propinsi Riau melawan kelompok Jaring Batu/Jaring Dasar sejak tahun 1983 sampai sekarang, dapat disebut mewakili konflik tersebut. Pemerintah pusat dan daerah terlihat terus membiarkan konflik terjadi hingga menimbulkan korban jiwa dan material. Setidaknya tercatat 5 (lima) orang nelayan tradisional telah tewas dalam konflik ini;

  9. Bahwa kami juga menilai politik klaim atas nama Nelayan Indonesia yang senantiasa diterapkan pemerintah melalui organisasi seperti Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) selama ini, sama sekali tidak membawa manfaat yang optimal bagi kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat nelayan dan pesisir Indonesia;

  10. Bahwa berdasarkan kesaksian, penilaian, dan fakta-fakta di atas, maka Kami menuntut kepada pengurus negara: a. Tingkatkan jaminan keselamatan serta kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir dengan menerapkan kebijakan ekonomi politik yang lebih berpihak pada pemenuhan kebutuhan dasar nelayan dan masyarakat pesisir termasuk aman dari ancaman bencana; b. Segera merubah total seluruh kebijakan ekonomi politik untuk tidak lagi menghamba pada kuasa pemodal serta tergantung pada utang luar negeri dari lembaga-lembaga keuangan internasional yang selama ini membiayai proyek-proyek kelautan dan perikanan di Indonesia, seperti Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (ADB); termasuk bantuan dari lembaga-lembaga konservasi internasional seperti WWF, TNC, NRM, dan CI yang anti-rakyat dan justru memperdagangkan sumber-sumber kehidupan nelayan; c. Cabut UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; d. Hentikan pengkaplingan dan zonasi kawasan pesisir dan laut atas nama Taman Nasional dan konservasi laut; e. Hentikan program reklamasi pantai; f. Hentikan praktek perikanan ilegal (illegal fishing) di seluruh perairan Indonesia; g. Hentikan ekspansi industri pertambakan dan perikanan; h. Hentikan pembuangan limbah ke laut; i. Hentikan eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut, seperti pasir laut; j. Hentikan tindak kekerasan dan kriminalisasi terhadap nelayan di seluruh Indonesia; k. Tingkatkan kualitas hidup perempuan nelayan untuk mendapatkan hak-haknya atas pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir.

Kami menyerukan seluruh nelayan dan organisasi masyarakat sipil di Indonesia untuk terus merapatkan barisan dan mengokohkan persatuan rakyat demi terwujudnya kesejahteraan nelayan Indonesia.

Demikian resolusi nelayan dan masyarakat pesisir Indonesia ini kami sampaikan.

Nelayan Indonesia Bersatulah!!
Jakarta, 6 Maret 2008

Peserta Konsolidasi Nelayan Nasional Indonesia
SNKB-Riau, KOMPI-Jabar, SINAR-Sulut, LPSDN-NTB,
FPWK-Jatim, INSAN-Kalsel, SETAM-Jogjakarta, WALHI, SP Anging Mamiri Sulsel, Solidaritas Perempuan, PP SHI, FKNJ-Jakarta, FPMTN-Lampung


Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Riza Damanik
Pangkampanye Isu Pesisir dan Kelautan
Email Riza Damanik
Telepon kantor: +62-(0)21-791 93 363
Mobile:
Fax: +62-(0)21-794 1673

Tidak ada komentar: